BAWANG MERAH DAN
BAWANG PUTIH
Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang
hidup dengan tenteram dan damai. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu, dan anak
semata wayangnya bernama Bawang Putih. Namun, ketenteraman dan kedamaian ini
terganggu lantaran si ibu jatuh sakit dan akhirnya meninggal. Kejadian tersebut
membuat keluarga kecil itu bersedih karena kehilangan orang yang dicintai.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
*****
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu, awalnya seperti tidak ada tanda-tanda orang di dalam. Tapi tak lama terdengar derap langkah berat menuju pintu. Alangkah terkejutnya Bawang Putih ketika muncul sesosok makhluk manusia berkepala kuda menyeruak di balik pintu. Bawang putih bermaksud ingin lari. Tapi ia hanya terpaku dan terdiam lemas menyaksikan makhluk di hadapannya.
Tak jauh dari rumah mereka, tinggallah seorang janda dan putrinya bernama Bawang Merah. Ketika ibu Bawang Putih telah meninggal, kedua orang ini sering datang ke rumah Bawang Putih. Pada awalnya, antara ibu Bawang Merah dengan ayah Bawang Putih hanya saling berbincang saja. Namun, lama-kelamaan, timbul juga pemikiran di pikiran ayah Bawang Putih untuk mempersunting ibu Bawang Merah. Ayah Bawang Putih tidak ingin putri semata wayangnya tumbuh tanpa kehadiran seorang ibu.
Setelah berdiskusi dengan Bawang Putih, keduanya pun melangsungkan pernikahan. Saat baru menikah, ibu tiri dan Bawang Merah sangat baik terhadap Bawang Putih. Akan tetapi, ternyata itu hanyalah kamuflase keduanya. Diam-diam, keduanya merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan Bawang Putih.
Maka, ibu tiri dan Bawang Merah menyuruh Bawang Putih melakukan banyak pekerjaan rumah yang berat-berat. Tentunya, semua beban ini tidak diceritakan Bawang Putih kepada ayahnya. Lagipula, setelah menikah dengan ibu Bawang Merah, ayahnya bukannya kunjung bahagia melainkan malah sakit-sakitan yang berujung pada kematiannya.
Bawang Putih yang sedih mengetahui dirinya sebatang kara tetap tak bisa berbuat apapun dihadapan ibu tiri dan Bawang Merah. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah mematuhi perintah ibu dan saudara tirinya. Bawang Putih berharap keduanya bisa berubah. Namun, mereka malah semakin menjadi-jadi.
Suatu hari, ketika Bawang Putih pergi ke sungai untuk mencuci, baju kesayangan ibu tirinya hanyut terbawa arus sungai. Bawang Putih melapor kepada ibu tirinya. Namun, bukannya mengasihaninya, ibu tiri Bawang Putih malah menyuruh untuk mencarinya sampai ketemu. Jika tidak, Bawang Putih tidak diperbolehkan pulang.
Bawang Putih menyusuri sungai untuk mencari baju kesayangan ibu tirinya. Namun, sejauh kakinya melangkah tidak ditemukannya baju kesayangan ibunya. Padahal hari sudah malam. Bawang Putih hampir saja menangis jika tidak melihat lampu minyak di gubuk tepi sungai. Bawang Putih pun menghampirinya.
*****
Tok. Tok. Tok. Bawang Putih mengetuk pintu gubuk itu, awalnya seperti tidak ada tanda-tanda orang di dalam. Tapi tak lama terdengar derap langkah berat menuju pintu. Alangkah terkejutnya Bawang Putih ketika muncul sesosok makhluk manusia berkepala kuda menyeruak di balik pintu. Bawang putih bermaksud ingin lari. Tapi ia hanya terpaku dan terdiam lemas menyaksikan makhluk di hadapannya.
Makhluk tersebut kemudian mendekati Bawang Putih dan mengisyaratkan untuk
tidak takut kepadanya. Ia juga sebenarnya manusia biasa yang disihir oleh oleh
penyihir jahat sehingga menjadi manusia setengah kuda. Karena hari sudah malam
si manusia kuda tersebut menawarkan Bawang Putih agar menginap di gubuknya saja
malam ini. Setelah mempertimbangkan bahwa tidak memungkinkan untuk pulang
malam-malam, akhirnya Bawang Putih memutuskan untuk menginap saja di gubuk itu.
Keesokan harinya Bawang putih kembali melakukan pencarian baju kesayangan
ibu tirinya yang hilang di sungai. Kali ini ia dibantu oleh si manusia kuda. Akhirnya baju tersebut
ditemukan tersangkut di akar sebatang pohon. Bawang Putih sangat gembira telah
menemukan kembali baju tersebut. Akhirnya Bawang Putih pulang dan mengucapkan
terimakasih kepada si manusia kuda yang telah membantunya. Tapi sebelum pulang
Bawang Putih memberanikan diri bertanya apa gerangan sebabnya sehingga si
manusia kuda tersebut disihir menjadi seperti itu.
Kemudian
si manusia kudapun menceritakan semuanya. Sebenarnya ia adalah putra seorang
raja. Suatu saat ketika ia sedang berburu ia memanah seekor binatang yang
ternyata milik seorang penyihir. Atas hukumannya penyihir tersebut menyihirnya
menjadi manusia setengah kuda. Sihir itu akan sirna jika suatu saat ada seorang
yang berhati bersih yang tidak takut menyentuh kepala kudanya.
Sayangnya
Bawang Putih tidak sempat mencoba menyelamatkan sihir si manusia kuda tersebut.
karena tiba-tiba ia teringat ibunya yang pemarah pasti sedang menunggunya
dirumah. Ia tak mau menunggu lebih lama lagi, karena dapat dipastikan ibunya
bakal lebih marah lagi. Bawang Putihpun bergegas pulang. Sesampainya di rumah kontan
saja seperti yang diduga ibu tirinya marah besar karena untuk mencari baju yang
hanyut saja sampai tidak pulang semalaman. Bahkan Bawang Merah dan ibu tirinya menuduh itu hanya akal-akalan
Bawang putih saja agar tidak dibebankan pekerjaan yang tiap hari dikerjakannya
dan bisa bermalas-malasan.
Suatu
hari si manusia kuda mencari tempat kediaman Bawang Putih karena ia tau Bawang
Putih tidak takut lagi kepadanya karena sudah tau siapa dirinya. Iapun
mendatangi rumah Bawang Putih. Ketika sampai di rumahnya, sontak saja ibu tiri
dan Bawang Merah langsung terkejut dengan kehadiran sesosok makhluk aneh di
rumah mereka. Tetapi berbeda dengan Bawang putih yang memang sudah mengenal si
manusia kuda. Akhirnya Bawang Putihpun bermaksud menolong si manusia kuda itu
dengan memberanikan diri menyentuh kepala kuda tersebut.
Kemudian
keajaiban benar-benar terjadi. Perlahan-lahan sosok makhluk berkepala kuda
tersebut menjelma menjadi seorang pemuda yang tampan, berkat pertolongan Bawang
putih yang tulus. Bawang Putih memang berhati bersih sehingga dapat menghapus
sihir yang ada pada putra raja tersebut. betapa gembiranya sang putra raja itu
tatkala mengetahui sihir yang menyihirnya telah sirna. Ia sangat berterimakasih
kepada Bawang Putih yang telah menolongnya. Sebagai ucapan terimakasih ia
bermaksud mempersunting Bawang Putih untuk dijadikannya sebagai istri. Tentu
saja Bawang Putih merasa sangat senang mendengarnya dan bersedia menjadi istri
sang putra raja tersebut.
Betapa
iri dan dengkinya Bawang Merah setelah mengetahui bahwa makhluk tersebut adalah
jelmaan seorang putra raja yang sedang disihir menjadi manusia berkepala kuda.
Akhirnya sang putra rajapun membawa Bawang Putih ke istana untuk dijadikan
istrinya. Betapa bahagianya sang raja ketika mengetahui putranya telah lepas
dari sihir yang menjeratnya. Tentu saja raja juga sangat berterimakasih kepada
Bawang Putih yang telah menyelamatkan putranya dari sihir yang membelenggunya.
Rajapun menyetujui keinginan putranya untuk menjadikan Bawang putih sebagai
istrinya. Merekapun akhirnya hidup bahagia.
SANGKURIANG
Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah
seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak
laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam
hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya
yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak
kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang
sengaja merahasiakannya.
Pada suatu hari, seperti biasanya
Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan,
Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang
bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung
menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang
untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau
mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka
Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya
lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang
menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari
anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke
kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka
Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat
menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari
dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi
tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia
muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang
mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya
di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah
total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan
bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah
Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka
Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh
Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari,
Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hutan.
Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan
ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia
merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka
tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang
tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata
benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena
dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang
berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang
membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak
disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir
bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir
keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik.
Dayang Sumbi meminta suatu syarat yang harus dikabulkan oleh sangkuriang. Ia diminta untuk
membangunkan sebuah jalan tol untuk Dayang Sumbi dan menyediakan sebuah
mobil dalam jangka satu malam. Sangkuriangpun menyanggupi persyaratan tersebut.
Tetapi di samping itu, Dayang Sumbi juga menyampaikan bahwa akan ada orang lain
juga yang ingin melamarnya yang berarti Sangkuriang harus bersaing dengan orang
tersebut. Sangkuriang tidak mempermasalahkan hal itu. Padahal sebenarnya, itu
hanya siasat Dayang Sumbi untuk menghambat rencana Sangkuriang untuk
melamarnya. Diam-diam Dayang Sumbi meminta bantuan seorang sakti yang bernama
Bondowoso untuk menolongnya.
Senja menjelang
malam, kompetisi itupun dimulai. Sangkuriang berusaha dengan segenap
kemampuannya untuk membangun jalan tol tersebut sekaligus menyediakan sebuah
mobil yang diminta oleh Dayang Sumbi. Berbeda dengan Bondowoso yang bekerja
dengan mengerahkan kesaktiannya dan dibantu oleh anak-anak buahnya yang
berwujud jin dan makhluk halus. Dayang Sumbi menunggu waktu malam berjalan
dengan cemas dan berharap agar fajar segera terbit.
Menjelang subuh
dua buah mobil telah dapat disediakan oleh Sangkuriang maupun Bondowoso. Namun
pembuatan jalan tol hanya berhasil dibangun oleh Bondowoso karena berkat
kesaktiannya dan dibantu oleh anak buahnya sehingga pembangunan jalan tol
tersebut bisa diselesaikan dalam tempo satu malam. Sedangkan Sangkuriang tidak
bisa menyelesaikan pekerjaannya dan gagal membangun jalan tol tersebut.
Merasa ia bakal
kalah dan semua pekerjaannya sia-sia, Sangkuriangpun marah besar. Ia mengamuk
sejadi-jadinya dan kemudian membakar mobil yang telah ia sediakan untuk Dayang
Sumbi. Ia membakar semua yang ada di sekitarnya. Seketika apipun langsung
melahap apa yang ada sehingga semua hangus terbakar. Semakin lama kobaran api semakin
besar. Hingga akhirnya semua benar-benar rata menjadi tanah. Karena pambakaran
yang berdasarkan emosi yang meluap-luap, tanah itupun menjadi gersang dan tidak
bisa kembali seperti semula. Lama-kelamaan, saking gersangnya tanah tersebut
hingga akhirnya kini menjadi gurun pasir yang sekarang dikenal dengan gurun
Sahara.
MALIN KUNDANG
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir
pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga
memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang
dengan mengarungi lautan yang luas.
Maka tinggallah si Malin dan
ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1
tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya.
Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam
dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia
tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi
berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin
Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk
membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan
harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang
yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan
maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin
Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya
menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan
secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku,
jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa
dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil
berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi
lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak
belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh
bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas
oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di
kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung
dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu
terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
kayu.
Malin Kundang
terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang
telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang.
Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil.
Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan
anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama
menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan
indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang
yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk
ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal.
Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta
istrinya.
Kapal mulai merapat ke dermaga, ibu Malin Kundang
menyongsong kedatangan seorang anak yang sangat ia rindukan. Ketika saudagar kaya
itu turun dari kapalnya, ibu Malin Kundang langsung menghampirinya. Ia
memeriksa lengan saudagar tersebut dan benar, di lengannya terdapat bekas luka.
Ibu Malin Kundang langsung memeluk anaknya yang telah lama tak kembali itu.
Awalnya Malin Kundang merasa bingung karena ada seorang nenek yang
menghampirinya, memeriksa lengannya kemudian langsung memeluknya dengan
tiba-tiba. Ibu Malin Kundangpun menceritakan bahwa ia adalah ibu yang dulu
telah ditinggalkan merantau oleh Malin Kundang. Ia menunjukkan tanda di lengan
malin kundang yang takkan pernah hilang itu. mendengar semua penjelasan
tersebut, Malin Kundangpun langsung memeluk ibunya dan bersujud di kaki ibunya.
Istri
Malin Kundang yang melihat itu semua merasa heran dan menjadi bimbang. Ia tak
percaya Malin Kundang mempunyai seorang ibu sedemikian rupa. Bagaimana mungkin
seorang saudagar kaya yang sekarang telah menjadi suaminya mempunyai orangtua
yang tak menunjukkan sebagai ibu seorang saudagar. Istri Malin Kundang tak
mempercayai sama sekali dan tak terima jika ibu itu adalah mertuanya. Ia
mengadu kepada kepada suaminya dan Malin Kundangpun berusaha menjelaskan
persoalannya. Tapi istri Malin Kundang tetap tidak mau terima, bahkan ia
mencaci maki ibu Malin Kundang dan mengatakan ibu Malin Kundang hanya ingin
mendapatkan harta kekayaan mereka sehingga ia mengaku-ngaku sebagai ibu Malin
Kundang.
Karena
istri Malin Kundang keras kepala dan tetap tidak mau percaya bahkan menganggap
Malin Kundang bodoh mau mengakui orang tua itu sebagai ibunya. Ia merasa malu
kepada semua orang jika harus mempunyai mertua seperti itu. Malin Kundang
menjadi gusar dan marah besar karena ibunya dicaci maki dan difitnah seperti
itu. Malin Kundang tak terima atas perlakuan istrinya terhadap ibunya. Malin
Kundang murka dan sampai akhirnya mengutuk istrinya menjadi batu. Kemudian
tiba-tiba datanglah angin yang sangat kencang dan hujan yang sangat lebat.
Perlahan-lahan tubuh istri Malin Kundang mengeras diterpa angin dan diguyur
hujan hingga akhirnya menjadi batu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar